Sejarah Masjid Tertua di Pekalongan, Jawa Tengah

Masjid Jami’ Aulia ini bentuk fisiknya tidak jauh berbeda dengan masjid-masjid pada umumnya. Masjid yang terdapat  di kompleks pemakaman Sapuro-Pekalongan ini ternyata sarat dengan nilai sejarah Islam di Pekalongan. Bahkan diyakini, masjid Jami’ Aulia ini merupakan titik awal perkembangan agama Islam di Pekalongan, yang dibawa oleh 4 orang utusan dari kerajaan Demak Bintoro.

Masjid tertua di Pekalongan ini dulunya bernama masjid Galuh Rantai. Namun, karena disekitar area masjid banyak terdapat makam-makam dari sejumlah ulama, pejabat, tokoh masyarakat dan pendiri dari masjid ini, maka pada sekitar tahun 1980 an masjid ini resmi berganti nama menjadi masjid Jami’ Aulia.
Masjid Jami' Aulia Sapuro
Menurut cerita yang turun temurun pada zaman dahulu ada utusan dari Demak, yaitu Kyai Maksum, Kyai sulaiman, Kyai Lukman, dan Kyai Kudung.  Pada awalnya mereka ingin membangun masjid di kawasan alas roban, namun setelah meminta petunjuk melalui shalat istikharah, mereka kemudian memindahkan lokasi masjid di Sapuro, yang merupakan bantaran Kali Kupang.

Masjid Jami’ Aulia ini memiliki panjang 34 meter dan lebar 29 meter dan merupakan sebuah masjid tertua di Karesidenan Pekalongan. Sejarah mencatat bahwa masjid ini dibangun sekitar tahun 1035 H atau 1614 M. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya 4 buah prasasti yang berada didalam masjid ini.
Setiap satu abad (100 tahun) sekali masjid ini mengalami perbaikan, namun tidak banyak mengubah bentuk bangunan aslinya, dan dalam setiap perbaikan selalu ditandai dengan prasasti.

Prasasti yang tercatat di dalam masjid:
1. Perbaikan pertama dilakukan pada 1035 H atau 1614 M
2. Perbaikan kedua dilakukan pada 1143 H atau 1722 M
3. Perbaikan ketiga dilakukan pada 1208 H atau 1787 M
4. Perbaikan keempat dilakukan pada 1208 atau 1884 M
5. Perbaikan kelima dilakukan pada tahun 2010 M
Al Qur'an Raksasa di Masjid Jami' Aulia
Di dalam  masjid ini juga terdapat Alquran Raksasa yang berukuran  2 x 2,30 meter yang merupakan pemberian dari (Alm) Komisaris polisi Mohammad Aswantari, pada 1970-an. Karena bentuknya yang besar, untuk membuka ataupun menutupnya, dibutuhkan dua orang dewasa.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Sejarah Masjid Tertua di Pekalongan, Jawa Tengah"

Post a Comment